Melanjutkan postingan berkaitan dengan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2000 tentang karantina hewan. Pada postingan sebelumnya yakni pada Bab I telah dibahas tentang Ketentuan umum Peraturan Pemerintah tentang Karantina Hewan dan pada Bab II tentang Syarat Karantina Hewan , maka postingan pada Bab III tentang Tindakan Karantina sebagai berikut:
BAB III
TINDAKAN KARANTINA
BAGIAN PERTAMA
UMUM
Pasal 8
(1) Media pembawa yang dimasukkan ke dalam, di bawa, atau dikirim dari suatu area ke area lain, transit di dalam, dan atau dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia dikenakan tindakan karantina.
(2) Tindakan karantina berupa pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan.
(3) Pelaksanaan tindakan karantina terhadap media pembawa yang membahayakan kesehatan manusia,
dikoordinasikan dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang kesehatan masyarakat veteriner dan zoonosis
dikoordinasikan dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang kesehatan masyarakat veteriner dan zoonosis
Pasal 9
(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dan kebenaran isi dokumen dan mendeteksi hama penyakit hewan karantina, status kesehatan dan sanitasi media pembawa, atau kelayakan sarana prasarana karantina dan alat angkut.
(2) Pemeriksaan kesehatan atau sanitasi media pembawa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan secara fisik dengan cara: a. pemeriksaan klinis pada hewan; atau. b. pemeriksaan pemurnian atau keutuhan secara organoleptik pada bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain:
(3) pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan pada siang hari, kecuali dalam keadaan tertentu menurut pertimbangan dokter hewan karantina dapat dilaksanakan pada malam hari
(4) Jika pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) belum dapat dikukuhkan diagnosanya, maka dokter hewan karantina dapat melanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium, patologi, uji biologis, uji diagnotika, atau teknik dan metoda pemeriksaan lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi.
(5) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), dilakukan pada laboratorium yang ditunjuk.
Pasal 10
(1) Pengasingan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) dilakukan terhadap sebagian atau seluruh media pembawa untuk diadakan pengamatan, pemeriksaan dan perlakuan dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan penularan hama penyakit hewan karantina
(2) Lamanya waktu pengasingan sangat tergantung pada lamanya waktu yang dibutuhkan bagi pengamatan, pemeriksaan, dan atau perlakuan terhadap media pembawa
(3) Lamanya waktu pengasingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dipergunakan sebagai dasar penetapan masa karantina
(4) Masa karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), terhitung sejak media pembawa diserahkan oleh pemiliknya kepada petugas karantina sampai dengan selesainya pelaksanaan tindakan karantina terhadap media pembawa,
(2) Lamanya waktu pengasingan sangat tergantung pada lamanya waktu yang dibutuhkan bagi pengamatan, pemeriksaan, dan atau perlakuan terhadap media pembawa
(3) Lamanya waktu pengasingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dipergunakan sebagai dasar penetapan masa karantina
(4) Masa karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), terhitung sejak media pembawa diserahkan oleh pemiliknya kepada petugas karantina sampai dengan selesainya pelaksanaan tindakan karantina terhadap media pembawa,
Pasal 11
(1) Pengamatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) dilakukan untuk mendeteksi lebih lanjut hama penyakit hewan karantina dengan cara mengamati timbulnya gejala hama penyakit hewan karantina pada media pembawa selama diasingkan dengan mempergunakan sistem semua masuk - semua keluar
(2) Selain pengamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengamatan juga dapat dilakukan untuk mengamati situasi hama penyakit hewan karantina pada suatu negara, area, atau tempat
(3) Lamanya waktu pengamatan atau masa pengamatan terhitung sejak dimulai sampai dengan selesainya pelaksanaan tindakan pengamatan
(4) Masa pengamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), ditetapkan dengan Keputusan Menteri berdasarkan lamanya masa inkubasi, dan sifat subklinis penyakit serta sifat pembawa dari suatu jenis pembawa media
(5) Pengamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan ketentuan: a. untuk pemasukan dari luar negeri dilakukan di instalasi karantina atau pada tempat atau area pemasukan; b. untuk pengangkutan antar area, diutamakan pada area pengeluaran; atau. c. untuk pengeluaran ke luar negeri pengamatan disesuaikan dengan permintaan negara tujuan.
(6) Penyakit-penyakit yang belum diketahui masa inkubasi, sifat hama penyakit dan cara penularannya, belum pernah ada, atau sudah bebas di suatu area atau wilayah negara Republik Indonesia, masa pengamatannya diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri.
Pasal 12
(1) Perlakuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) merupakan tindakan untuk membebaskan dan menyucikan media pembawa dari hama penyakit hewan karantina, atau tindakan lain yang bersifat preventif, kuratif dan promotif
(2) Perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang-kurangnya hanya dapat dilakukan setelah media pembawa terlebih dahulu diperiksa secara fisik dan dinilai tidak menganggu proses pengamatan dan pemeriksaan selanjutnya
Pasal 13
(1) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) dilakukan terhadap media pembawa yang belum memenuhi persyaratan karantina sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, pasal 3, pasal 4, pasal 5, pasal 6, dan pasal 7, atau dokumen lain yang dipersyaratkan oleh Menteri lain yang terkait pada waktu pemasukan, transit, atau pengeluaran di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan fisik terhadap media pembawa dan diduga tidak berpotensi membawa dan menyebarkan hama penyakit hewan karantina
(3) Selama masa penahanan dapat dilakukan tindakan karantina lain yang bertujuan untuk mendeteksi kemungkinan adanya hama penyakit hewan karantina dan penyakit hewan lainnya dan atau mencegah kemungkinan penularannya, menurut pertimbangan dokter hewan karantina.
Pasal 14
(1) Penolakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) dilakukan terhadap media pembawa yang dimasukan kedalam atau dimasukan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia, apabila ternyata; a. setelah dilakukan pemeriksaan diatas alat angkut, tertular hama penyakit hewan karantina tertentu yang ditetapkan oleh Menteri, busuk, rusak, atau merupakan jenis-jenis yang dilarang pemasukannya. b. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, pasal 3, pasal 4, pasal 5, pasal 6, dan pasal 7 tidak seluruhnya dipenuhi; c. setelah dilakukan penahanan dan keseluruhan persyaratan yang harus dilengkapi dalam batas waktu yang ditetapkan tidak dapat dipenuhi; atau d. setelah diberikan perlakuan diatas alat angkut, tidak dapat disembuhkan dan atau disucihamakan dari hama penyakit hewan karantina.
(2) Penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat dilakukan terhadap media pembawa yang transit dan akan dikeluarkan dari satu area ke area lain atau ke luar wilayah negara Republik Indonesia.
(3) Penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), dilakukan oleh atau berkoordinasi dengan penanggung jawab tempat pemasukan, transit, atau pengeluaran segera setelah memperoleh saran dari dokter hewan karantina
(4) Jika penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak ditetapkan batas waktunya secara khusus, maka penolakannya dilakukan pada kesempatan pertama
Pasal 15
(1) Pemusnahan sebagaima dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) dilakukan terhadap media pembawa yang dimasukkan ke dalam negara Republik Indonesia dan atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia, apabila ternyata; a. setelah media pembawa tersebut diturunkan dari alat angkut dan dilakukan pemeriksaan, tertular hama penyakit hewan karantina tertentu yang ditetapkan oleh Menteri, busuk, rusak, atau merupakan jenis-jenis yang dilarang pemasukannya. b. media pembawa yang ditolak tidak segera dibawa keluar dari wilayah negara Republik Indonesia atau dari area tujuan oleh pemiliknya dalam batas waktu yang ditetapkan. c. setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan, tertular hama penyakit hewan karantina tertentu yang ditetapkan oleh Menteri atau;. d. setelah media pembawa tersebut diturunkan dari alat angkut dan diberi perlakuan, tidak dapat disembuhkan dan atau disucikan dari hama penyakit hewan karantina.
(2) pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan atau terhadap media pembawa yang diturunkan pada waktu transit atau akan dikeluarkan dari satu area ke area lain atau ke luar wilayah negara Republik Indonesia
(3) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), harus disaksikan oleh petugas kepolisian dan petugas instalasi lain yang terkait.
(4) Pemusnahan media pembawa yang dilakukan di luar instalasi karantina tempat pemasukan dan atau tempat pengeluaran, harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Pemerintah Daerah Setempat.
Pasal 16
(1) Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) dilakukan terhadap media yang dimasukkan kedalam wilayah negara Republik Indonesia dan atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia, dan diberikan sertifikat pelepasan apabila ternyata: a. setelah dilakukan pemeriksaan tidak tertular hama penyakit hewan karantina;. b. setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan tidak tertular hama penyakit hewan karantina;. c. setelah dilakukan perlakuan dapat disembuhkan dari hama penyakit hewan karantina; atau. d. setelah dilakukan penahanan seluruh persyaratan yang diwajibkan dapat dipenuhi.
(2) Pemberian sertifikat pelepasan terhadap media pembawa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditujukan kepada dokter hewan yang berwenang di daerah tujuan.
(3) Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) dilakukan terhadapa media pembawa yang akan dikeluarkan dari dalam atau dikeluarkan dari satu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia, dan diberikan sertifikat kesehatan apabila ternyata: a. setelah dilakukan pemeriksaan tidak tertular hama penyakit hewan karantina;. b. setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan tidak tertular hama penyakit hewan karantina;. c. setelah dilakukan perlakuan dapat disembuhkan dari hama penyakit hewan karantina; atau. d. setelah dilakukan penahanan seluruh persyaratan yang diwajibkan dapat dipenuhi.
(4) Pemberian sertifikat kesehatan terhadap media pembawa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), ditujukan kepada petugas karantina di tempat pemasukan di negara atau area tujuan
(5) Sertifikat pelepasan dan sertifikat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (4), diterbitkan oleh dokter hewan karantina dalam waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam dari saat pembebasan.
(6) Sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), merupakan tanggung jawab dokter hewan secara berkelanjutan.
Pasal 17
(1) Dalam melaksanakan tindakan karantina, dokter hewan karantina dapat dibantu oleh atau dapat menugaskan kepada paramedik karantina
(2) Wewenang dan tanggung jawab tindakan karantina berada pada dokter hewan karantina
(3) Pelaksanaan tindakan karantina oleh dokter hewan karantina harus berdasarkan tanggung jawab profesi sebagai dokter hewan.
(4) Paramedik Karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada dokter hewan karantina
Bagian Kedua
Pemasukan
Pasal 18
Rencana pemasukan media pembawa oleh pemilik disampaikan kepada petugas karantina
Pasal 19
(1) Media pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia dari luar negeri atau ke dalam suatu area dari area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3, harus diperiksa kelengkapan, kebenaran isi dan keabsahan dokumen karantina serta kesehatannya oleh dokter hewan karantina di atas alat angkut sebelum diturunkan atau melewati tempat pemasukan.
(2) Jika pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilakukan di atas alat angkut, pemeriksaan dapat dilakukan setelah media pembawa diturunkan atau melewati tempat pemasukan dengan ketentuan pemeriksaan pendahuluan telah selesai dilakukan, kecuali untuk hewan yang berstatus sebagai barang muatan.
(3) Khusus untuk media pembawa yang dibawa oleh penumpang, pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan setelah diturunkan dari alat angkut melewati tempat pemasukan.
Pasal 20
Selain persyaratan dokumen karantina sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan b, pasal 3 huruf a dan b, serta pasal 7, pemasukan media pembawa harus dilengkapi: a. Keterangan mutasi muatan untuk hewan, keterangan tidak terjadi kontaminasi selama dalam perjalanan atau catatan suhu untuk bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan dan yang dipersyaratkan diangkut dalam suhu tertentu dari penanggung jawab alat angkut; Dan atau. b. dokumen lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 21
(1) Jika pemasukan media pembawa tidak diserta sertifikat kesehatan, sertifikasi sanitasi, atau surat keterangan asal sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan b serta pasal 3 huruf a dan b, maka media pembawa tersebut ditolak pemasukannya.
(2) Media pembawa yang ditolak pemasukannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan penahanan, apabila: a. Pemiliknya menjamin sertifikat kesehatan hewan, sertifikasi sanitasi, atau surat keterangan asal, dapat ditunjukan dalam waktu paling lama 3(tiga) hari;. b. Media pembawa tersebut bukan berasal dari negara, area, atau tempat pemasukannya dilarang; dan, c. Pada pemeriksaan diatas alat angkut menurut pertimbangan dokter hewan tidak ditemukan adanya gejala hama penyakit hewan karantina golongan I dan resiko penularan hama penyakit hewan karantina golongan II
(3) Jika pemilik tidak tidak dapat menunjukkan sertifikat kesehatan hewan, sertifikat sanitasi, atau surat keterangan asal dalam batas waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, maka media pembawa tersebut ditolak pemasukannya
(4) Jika media pembawa yang ditolak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3); tidak segera dibawa ke luar dari wilayah negara Republik Indonesa atau dari area tujuan oleh pemiliknya dalam batas waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam, maka dilakukan pemusnahan.
a. untuk hewan apabila tidak ditemukan mutasi yang diduga sebagai akibat dari penularan hama penyakit hewan karantina golongan I; atau
b. untuk bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, dan benda lain apabila tidak ditemukan mutasi yang diduga sebagai akibat dari sanitasinya tidak baik, kemasannya tidak utuh, terjadi perubahan sifat, terkontaminasi, atau membahayakan kesehatan hewan dan atau manusia.
(2)Tindakan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilanjutkan dengan tindakan pengasingan, pengamatan dan pemeriksaan yang lebih intensif, disamping persyaratan teknis yang ditetapkan.
(3) Jika ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, maka media pembawa tersebut ditolak pemasukannya
(4) Lamanya penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tergantung dari lamanya waktu pelaksanaan tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
(5) Jika media pembawa yang ditolak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak segera dibawa ke luar dari wilayah negara Republik Indonesia atau dari area tujuan oleh pemiliknya dalam batas waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam bagi hewan, dan 3 (tiga) hari bagi bahan asal hewan atau hasil bahan asal hewan, maka dilakukan pemusnahan.
(4) Jika media pembawa yang ditolak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3); tidak segera dibawa ke luar dari wilayah negara Republik Indonesa atau dari area tujuan oleh pemiliknya dalam batas waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam, maka dilakukan pemusnahan.
Pasal 22
(1) Jika pemasukan media pembawa tidak dilengkapi dengan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, maka dilakukan penahanan dengan ketentuan:a. untuk hewan apabila tidak ditemukan mutasi yang diduga sebagai akibat dari penularan hama penyakit hewan karantina golongan I; atau
b. untuk bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, dan benda lain apabila tidak ditemukan mutasi yang diduga sebagai akibat dari sanitasinya tidak baik, kemasannya tidak utuh, terjadi perubahan sifat, terkontaminasi, atau membahayakan kesehatan hewan dan atau manusia.
(2)Tindakan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilanjutkan dengan tindakan pengasingan, pengamatan dan pemeriksaan yang lebih intensif, disamping persyaratan teknis yang ditetapkan.
(3) Jika ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, maka media pembawa tersebut ditolak pemasukannya
(4) Lamanya penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tergantung dari lamanya waktu pelaksanaan tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
(5) Jika media pembawa yang ditolak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak segera dibawa ke luar dari wilayah negara Republik Indonesia atau dari area tujuan oleh pemiliknya dalam batas waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam bagi hewan, dan 3 (tiga) hari bagi bahan asal hewan atau hasil bahan asal hewan, maka dilakukan pemusnahan.
Pasal 23
(1) Jika pemasukan media pembawa tidak memenuhi kewajiban tambahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, dan dokumen lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 huruf b, maka dilakukan penahanan dan pemiliknya diberikan waktu untuk melengkapi paling lama 7 (tujuh) hari.
(2) Selama masa penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat dilakukan tindakan karantina lain sesuai dengan persyaratan teknis yang ditetapkan.
(3) Jika ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dipenuhi, maka media pembawa tersebut ditolak pemasukannya.
Pasal 24
Dalam hal pemilik tidak dapat menyediakan alat angkut dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (4) dan pasal 22 ayat (5), Menteri dapat memberikan perpanjangan waktu dengan mempertimbangkan tingkat resiko masuk dan menyebarnya hama penyakit hewan karantina.
Pasal 25
(1) Pemeriksaan kesehatan terhadap hewan di atas alat angkut perairan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1), dilakukan sebelum alat angkut yang bersangkutan sandar
(2) Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetmukan adanya gejala hama penyakit hewan karantina, berasal dari negara, area, atau tempat dari mana pemasukan hewan tersebut dilarang atau dimana sedang berjangkit hama penyakit hewan karantina golongan I; atau ditemukan mutasi yang diduga sebagai akibat dari penularan hama penyakit hewan karantina golongan I, maka:
a. dalam hal pemasukan dari luar negeri, semua hewan yang rentan terhadap penyakit hewan karantina tersebut, ditolak pemasukannya dan dilarang diturunkan, sedangkan alat angkut perairan yang bersangkutan harus segera meninggalkan pelabuhan
b. dalam hal pemasukan dari area lain dalam wilayah negara Republik Indonesia, semua hewan yang rentan terhadap hama penyakit hewan karantina tersebut, diturunkan dari alat angkut dan segera dimusnahkan pada perairan yang dianggap aman oleh dokter hewan karantina atau dilakukan tindakan sesuai dengan pedoman pengendalian penyakit hewan menular yang berlaku; atau
c. dalam hal ditemukan adanya gejala hama penyakit hewan karantina golongan II, maka atas pertimbangan dokter hewan karantina tindakan penolakan atau pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, dapat dilakukan terhadap semua hewan yang rentan atau terbatas pada hewan yang tertular saja.
(3) Terhadap alat angkut perairan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan b, dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. disucihamakan sebelum sandar kembali dan
b. orang, bahan atau peralatan dan muatan lain yang pernah berhubungan dengan hewan tersebut, diberikan perlakuan dan atau tindakan karantina yang bertujuan untuk mencegah penyebaran hama penyakit hewan karantina.
b. orang, bahan atau peralatan dan muatan lain yang pernah
berhubungan dengan hewan tersebut, diberikan perlakuan dan atau tindakan
karantina yang bertujuan untuk mencegah penyebaran hama penyakit hewan
karantina.(2) Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetmukan adanya gejala hama penyakit hewan karantina, berasal dari negara, area, atau tempat dari mana pemasukan hewan tersebut dilarang atau dimana sedang berjangkit hama penyakit hewan karantina golongan I; atau ditemukan mutasi yang diduga sebagai akibat dari penularan hama penyakit hewan karantina golongan I, maka:
a. dalam hal pemasukan dari luar negeri, semua hewan yang rentan terhadap penyakit hewan karantina tersebut, ditolak pemasukannya dan dilarang diturunkan, sedangkan alat angkut perairan yang bersangkutan harus segera meninggalkan pelabuhan
b. dalam hal pemasukan dari area lain dalam wilayah negara Republik Indonesia, semua hewan yang rentan terhadap hama penyakit hewan karantina tersebut, diturunkan dari alat angkut dan segera dimusnahkan pada perairan yang dianggap aman oleh dokter hewan karantina atau dilakukan tindakan sesuai dengan pedoman pengendalian penyakit hewan menular yang berlaku; atau
c. dalam hal ditemukan adanya gejala hama penyakit hewan karantina golongan II, maka atas pertimbangan dokter hewan karantina tindakan penolakan atau pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, dapat dilakukan terhadap semua hewan yang rentan atau terbatas pada hewan yang tertular saja.
(3) Terhadap alat angkut perairan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan b, dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. disucihamakan sebelum sandar kembali dan
b. orang, bahan atau peralatan dan muatan lain yang pernah berhubungan dengan hewan tersebut, diberikan perlakuan dan atau tindakan karantina yang bertujuan untuk mencegah penyebaran hama penyakit hewan karantina.
Pasal 26
(1) Pemeriksaan kesehatan terhadap hewan di atas alat angkut udara sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1), dilakukan segera setelah alat angkut yang bersangkutan mendarat.
(2) Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditemukan adanya gejala hama penyakit hewan karantina, berasal dari negara, area, atau tempat dari mana pemasukan hewan tersebut dilarang; berasal dari negara, area, atau tempat dimana sedang berjangkit hama penyakit hewan karantina golongan I; atau ditemukan mutasi yang diduga sebagai akibat dari penularan hama penyakit hewan karantina golongan I, maka:
a. dalam hal pemasukan dari luar negeri, semua hewan yang rentan terhadap hama penyakit hewan karantina tersebut ditolak pemasukannya dan dilarang diturunkan, dan alat angkut udara yang bersangkutan harus segera meninggalkan bandar udara atau apabila tidak memungkinkan, maka dilakukan pengamatan sampai alat angkut udara tersebut meninggalkan bandar udara;
b. dalam hal pemasukan dari area lain dalam wilayah negara Republik Indonesia, semua hewan yang rentan terhadap hama penyakit hewan karantina tersebut, diturunkan dari alat angkut udara dan dibawa ke tempat yang dianggap sama dalam wilayah bandar udara untuk dimusnahkan atau dilakukan tindakan sesuai dengan pedoman pengendalian penyakit hewan menular yang berlaku; atau
c. dalam hal ditemukan adanya gejala hama penyakit hewan karantina golongan II, maka atas pertimbangan dokter hewan karantina tindakan penolakan atau pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, dapat dilakukan terhadap semua hewan yang rentan atau terbatas pada hewan yang tertular saja.
(3) Terhadap alat angkut udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan b, dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. disucihamakan sebelum sandar kembali; dan
Pasal 27
(1)
Pemeriksaan kesehatan terhadap hewan di atas alat angkut darat dan kereta api
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1), dilakukan segera setelah
alat angkut yang bersangkutan tiba ditempat pemasukan.
(2)
Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditemukan
adanya gejala hama penyakit hewan karantina, berasal dari negara, area,
atau tempat dari mana pemasukan hewan tersebut dilarang; berasal dari
negara, area, atau tempat dimana sedang berjangkit hama penyakit hewan
karantina golongan I; atau ditemukan mutasi yang diduga sebagai akibat
dari penularan hama penyakit hewan karantina golongan I, maka:
a.
dalam hal pemasukan dari luar negeri, semua hewan yang rentan terhadap
hama penyakit hewan karantina tersebut ditolak pemasukannya dan dilarang
diturunkan, sedangkan alat angkut darat dan kereta api yang bersangkutan harus segera
kembali meninggalkan tempat pemasukan;
b. dalam hal pemasukan
dari area lain dalam wilayah negara Republik Indonesia, semua hewan yang
rentan terhadap hama penyakit hewan karantina tersebut, diturunkan dari
alat angkut darat dan kereta api untuk dimusnahkan atau untuk dimusnahkan atau dilakukan tindakan sesuai dengan
pedoman pengendalian penyakit hewan menular yang berlaku; atau
c.
dalam hal ditemukan adanya gejala hama penyakit hewan karantina
golongan II, maka atas pertimbangan dokter hewan karantina tindakan
penolakan atau pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b,
dapat dilakukan terhadap semua hewan yang rentan atau terbatas pada
hewan yang tertular saja.
(3) Terhadap alat angkut darat dan kereta api sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan b, dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. disucihamakan sebelum masuk kembali atau melanjutkan perjalanan; dan
b. orang, bahan atau peralatan dan muatan lain yang pernah
berhubungan dengan hewan tersebut, diberikan perlakuan dan atau tindakan
karantina yang bertujuan untuk mencegah penyebaran hama penyakit hewan
karantina.
Pasal 28
(1) Jika dalam pemeriksaan di atas alat angkut sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1), Pasal 26 ayat (1) dan pasal 27 ayat (1) tidak ditemukan adanya gejala hama penyakit hewan karantina golongan I dan resiko penularan hama penyakit hewan karantina golongan II; tidak terdapat hewan yang berasal dari negara, area, atau tempat darimana pemasukan hewan tersebut dilarang atau dimana sedang berjangkit hama penyakit hewan karantina golongan I, atau tidak ditemukan mutasi yang diduga sebagai akibat dari penularan hama penyakit hewan karantina golongan I, maka setelah dibersihkan dari ektoparasit, hewan tersebut:
a. diangkut langsung ke instalasi karantina apabila harus menjalani tindakan karantina secara intensif;
b. diangkut langsung ke rumah pemotongan apabila untuk disembelih sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku
c. dibebaskan dengan memberikan persyaratan untuk menjalani tindakan pengasingan, pengamatan, dan atau perlakuan ditempat pemilik, apabila tindakan tersebut tidak diharuskan secara intensif, sepanjang sehat, tidak menunjukkan gejala hama penyakit hewan karantina dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
d. dibebaskan tanpa persyaratan setelah memenuhi kewajiban lain yang ditetapkan sepanjang sehat, tidak menunjukkan gejala hama penyakit hewan karantina dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
(2) Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b, dilaksanakan dibawah pengawasan petugas karantina
Pasal 29
(1) Selama hewan menjalani tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) huruf a dan c, dapat dilanjutkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4) untuk mendeteksi lebih lanjut hama penyakit hewan karantina.
(2) Jika dalam pelaksanaan tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditemukan adanya hama penyakit hewan karantina golongan I, maka semua hewan yang rentan dan bahan atau peralatan yang pernah berhubungan dengan hewan tersebut harus dimusnahkan
(3) Terhadap bahan atau peralatan yang tidak mungkin dimusnahkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan terhadap orang, dilakukan penyucihamaan.
(4) Jika dalam pelaksanaan tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditemukan adanya gejala hama penyakit hewan karantina golongan II, maka hewan yang sakit diasingkan, yang mati dimusnahkan dan masa karantinanya diperpanjang sampai dinilai aman dan tidak lagi berpotensi membawa dan menyebarkan hama penyakit hewan karantina dengan ketentuan:
a. semua jenis hewan yang rentan terhadap penyakit tersebut diberikan perlakuan:
b. jika perlakuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak berhasil, tidak dapat atau tidak mungkin dilakukan, maka terhadap semua hewan yang rentan atau terbatas pada sakit dan tertular; harus dilakukan pemusnahan; atau
c. tindakan karantina terhadap hewan yang dimasukkan dari area lain dalam wilayah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dapat disesuaikan dengan pedoman pengendalian penyakit hewan menular yang berlaku
(5) Jika dalam pelaksanaan tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditemukan gejala penyakit hewan yang bersifat individual, dan atau penyakit hewan menular lain selain penyakit hewan karantina, maka:
a. pemilik dapat meminta jasa dokter hewan lain memberikan pengobatan atau perlakuan lain; dan
b. semua kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf , harus diberitahukan kepada dokter hewan karantina.
(6) Jika hewan telah menjalani masa karantina, tidak tertular dan bebas dari gejala hama penyakit hewan karantina, maka dilakukan pembebasan dan diberikan sertifikat pelepasan setelah memenuhi kewajiban lain yang ditetapkan.
Pasal 30
(1) Pemeriksaan kesehatan terhadap bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain diatas alat angkut sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1), dilakukan setelah alat angkut sandar, mendarat, atau tiba di tempat pemasukan
(2) Jika pemeriksaan di atas alat angkut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak memungkinkan, maka dapat dilakukan setelah diturunkan di tempat pemasukan atau pada instalasi karantina, setelah dinilai aman dan tidak berpotensi membawa dan menyebarkan hama penyakit hewan karantina.
(3) Jila dalam pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), ditemukan bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain:
a. yang berasal dari negara, area, atau tempat dari mana pemasukannya dilarang; berasal dari negara, area, atau tempat di mana sedang berjangkit hama penyakit hewan karantina yang dapat ditularkan melalui media pembawa tersebut; atau produknya termasuk yang pemasukannya dilarang, maka ditolak pemasukannya; atau
b. yang sanitasinya tidak baik, kemasannya tidak utuh, terjadi perubahan sifat, terkontaminasi, atau membahayakan kesehatan hewan dan atau manusia maka diberikan perlakuan dan apabila tidak berhasil tidak mungkin dilakukan, maka ditolak pemasukannya
(4) Jika penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a dan huruf b, tidak dapat atau tidak mungkin dilakukan, maka bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, dan benda lain tersebut dimusnahkan
(5) Bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain yang berhasil diberikan perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b, maka dilakukan pembebasan dan diberikan sertifikat pelepasan setelah memenuhi kewajiban lain yang ditetapkan, sepanjang tidak memerlukan pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4)
(2) Jika pemeriksaan di atas alat angkut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak memungkinkan, maka dapat dilakukan setelah diturunkan di tempat pemasukan atau pada instalasi karantina, setelah dinilai aman dan tidak berpotensi membawa dan menyebarkan hama penyakit hewan karantina.
(3) Jila dalam pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), ditemukan bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain:
a. yang berasal dari negara, area, atau tempat dari mana pemasukannya dilarang; berasal dari negara, area, atau tempat di mana sedang berjangkit hama penyakit hewan karantina yang dapat ditularkan melalui media pembawa tersebut; atau produknya termasuk yang pemasukannya dilarang, maka ditolak pemasukannya; atau
b. yang sanitasinya tidak baik, kemasannya tidak utuh, terjadi perubahan sifat, terkontaminasi, atau membahayakan kesehatan hewan dan atau manusia maka diberikan perlakuan dan apabila tidak berhasil tidak mungkin dilakukan, maka ditolak pemasukannya
(4) Jika penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a dan huruf b, tidak dapat atau tidak mungkin dilakukan, maka bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, dan benda lain tersebut dimusnahkan
(5) Bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain yang berhasil diberikan perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b, maka dilakukan pembebasan dan diberikan sertifikat pelepasan setelah memenuhi kewajiban lain yang ditetapkan, sepanjang tidak memerlukan pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4)
Pasal 31
Jika dalam pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) ditemukan bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain:
a. yang berasal dari negara, area, atau tempat dari mana pemasukannya dilarang; bukan berasal dari negara, area, atau tempat dimana sedang berjangkit hama penyakit hewan karantina yang dapat ditularkan melalui media pembawa tersebut; produknya bukan termasuk yang pemasukannya dilarang; dan
b. yang sanitasinya baik, kemasannya utuh, tidak terjadi
perubahan sifat, tidak terkontaminasi, dinilai tidak membahayakan kesehatan hewan dan atau manusia, maka dilakukan pembebasan dan diberikan sertifikat pelepasan setelah memenuhi kewajiban lain yang ditetapkan, sepanjang tidak memerlukan pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4).
Pasal 32
(1) Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), memerlukan pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4) dan atau tidak memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, maka dilakukan penahanan di tempat pemasukan atau di instalasi karantina
(2) Jika dalam pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak ditemukan hama penyakit yang dapat membahayakan dan atau manusia maka dilakukan pembebasan dan diberikan sertifikat pelepasan setelah memenuhi kewajiban lain yang ditetapkan.
Pasal 33
(1) Orang, alat angkut, bahan atau peralatan, kemasan serta muatan lain yang pernah berhubungan dengan atau terkontaminasi oleh media pembawa yang ditolak atau dimusnahkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (3) dan ayat (4), serta pasal 32 ayat (2) dan ayat (3), juga diberikan perlakuan dan atau tindakan karantina yang bertujuan untuk mencegah penyebaran hama penyakit hewan karantina.
(2) Tindakan perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), pasal 31, dan pasal 32 menurut pertimbangan dokter hewan karantina dapat dilakukan terhadap seluruh atau sebagian dari media pembawa yang dimasukkan.
Bagian Ketiga
Transit
Pasal 34
(1) Untuk mencegah masuknya hama penyakit hewan karantina dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia melalui transit alat angkut yang membawa hewan dari luar negeri, transit hanya dapat disetujui pada tempat-tempat yang telah ditetapkan
(2) Persetujuan transit pada tempat-tempat transit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Menteri
(3) Dalam memberikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri harus mempertimbangkan situasi hama penyakit hewan karantina di negara asal dan atau di tempat-tempat transit sebelumnya dan kemungkinan penularannya melalui jenis hewan tersebut.
(4) Media pembawa yang transit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memenuhi ketentuan:
a. dilengkapi sertifikat kesehatan dan harus selalu berada di bawah pengawasan dokter hewan karantina selama transit
b. dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dokter hewan karantina harus melakukan pemeriksaan secara umum di atas alat angkut;
c. jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, ditemukan adanya gejala hama penyakit hewan karantina golongan I atau tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka alat angkut yang bersangkutan diperintahkan segera meninggalkan tempat transit oleh penanggung jawab tempat transit atas saran dokter hewan karantina;
d. hewan dan pemeliharaanya dilarang turun selama transit, kecuali untuk keperluan pemuatan ke alat angkut lain atas persetujuan hewan karantina
e. dalam hal hewan terlanjur diturunkan atau diturunkan untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam huruf d, maka:
1) Jika memperlihatkan gejala hama penyakit hewan karantina golongan I, maka hewan tersebut harus segera dimusnahkan dan alat angkutnya disucihamakan; atau
2) Jika memperlihatkan gejala hama penyakit hewan karantina golongan II, maka hewan tersebut diperintahkan untuk segera meninggalkan wilayah negara Republik Indonesia oleh penanggung jawab tempat transit atas saran dokter hewan karantina
f. Bahan atau peralatan yang pernah berhubungan dengan hewan, sisa pakan, kotoran dan lain-lain yang diduga berpotensi membawa dan menyebarkan hama penyakit hewan karantina, harus dimusnahkan;
(5) Pemindahan hewan transit ke tempat pengeluaran di luar tempat transit harus mendapat persetujuan Menteri dengan pengawalan petugas karantina
(6) Dalam hal ditemukan hama penyakit hewan karantina dan tindakan karantina yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c dan huruf e, harus dilaporkan kepada pejabat yang berwenang di negara asal dan negara tujuan
Pasal 35
(1) Untuk mencegah masuknya hama penyakit hewan karantina dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia melalui transit alat angkut yang membawa bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, dan atau benda lain dari luar negeri, transit hanya dapat dilakukan pada tempat-tempat yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan:
a. dilengkapi sertifikat sanitasi atau surat keterangan asal, harus tetap dijaga keutuhannya dan di bawah pengawasan petugas karantina selama transit
b. dilarang diturunkan selama transit, kecuali untuk keperluan pemuatan kembali ke alat angkut lain dan dilakukan secara utuh atas persetujuan dokter hewan karantina;
c. dalam hal terlanjut diturunkan dari alat angkut dan dari hasil pemeriksaan ternyata sanitasinya tidak baik, kemasannya tidak utuh, terjadi perbahan sidat, terkontaminasi atau membahayakan kesehatan hewan dan atau manusia, maka diperintahkan segera dimuat kembali ke alat angkut oleh dokter hewan karantina;
d. bahan atau peralatan yang pernah berhubungan dengan bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain yang diduga berpotensi membawa dan menyebarkan hama penyakit hewan karantina, harus dimusnahkan;
e. terhadap bahan atau peralatan sebagaimana dimaksud dalam huruf d yang tidak mungkin dimusnahkan dan terhadap orang, dilakukan penyucihamaan; dan
f. pemindahan bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan atau benda lain transit ke tempat pengeluaran di luar tempat atau benda lain transit ke tempat pengeluaran di luar tempat transit ke tempat pengeluaran di luar tempat transit harus mendapatkan persetujuan dokter hewan karantina dengan pengawalan petugas karantina.
(2) Dalam hal sanitasi yang tidak memenuhi persyaratan dan tindakan karantina yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, harus dilaporkan kepada pejabat yang berwenang di negara asal dan negara tujuan.
Pasal 36
(1) Untuk menjamin terisolasinya media pembawa yang sedang ditransitkan, penanggung jawab tempat transit dapat menetapkan lokasi dan menyediakan fasilitas bagi keperluan transit media pembawa yang berasal dari luar negeri dan akan dimuat ke alat angkut lain atas persetujuan dokter hewan karantina
(2) Jika dalam lalu lintas internasional dipersyaratkan penyedian fasilitas lokasi transit langsung, maka dalam memenuhi persyaratan tersebut penanggung jawab tempat transit mempertimbangkan saran dokter hewan karantina yang bertujuan mencegah penularan hama penyakit hewan karantina terutama yang ditularkan melalui serangga
Pasal 37
(1) Jika negara tujuan mempersyaratkan surat keterangan transit, dokter hewan karantina dapat memberikan surat keterangan transit dimaksud
(2) Surat keterangan transit sebaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang-kurangnya menerangkan status kesehatan atau sanitasi media pembawa, tindakan karantina dan pengamanan yang pernah dilakukan selama transit di wilayah negara Republik Indonesia dan keterangan lain yang diperlukan oleh negara tujuan.
Pasal 38
(1) Untuk mencegah penyebaran hama penyakit hewan karantina melalui transit alat angkut yang membawa media pembawa dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia, transit hanya dapat dilakukan pada tempat-tempat atau area-area yagn telah ditetapkan.
(2) Tempat-tempat transit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan area-area yang dilarang transit, ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(3) Dalam memberikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri harus mempertimbangkan pela situasi hama penyakit hewan karantina, jalur perjalanan, analisis resiko dan kesiapan petugas serta sarana dan prasarana yang ada.
(4) Jika ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) penanggung jawab tempat transit menolak alat angkut tersebut melakukan transit atas saran dokter hewan karantina
(5) Jika ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) di tempat pengeluaran pada area terlarang transit atau ditempat pemasukan area tujuan, maka dilakukan penahanan dan ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 39
Rencana Pengeluaran media pembawa disampaikan oleh pemilik kepada petugas karantina
Pasal 40
(1) Media pembawa yang dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia ke luar negeri atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4, harus diperiksa kelengkapan, kebenaran isi dan keabsahan dokumen karantina serta kesehatan oleh dokter hewan karantina di tempat pengeluaran, instalasi karantina, atau tempat asal sebelum dimuat ke alat angkut yang mengangkutnya dari tempat pengeluaran.
(2) Jika media pembawa harus menjalani tindakan karantina secara intensif maka pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan di instalasi karantina
Pasal 41
(1) Media pembawa yang dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia ke luar negeri atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan di instalasi karantina.
(2) Sertifikat kesehatan hewan atau sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), selain diterbitkan oleh dokter hewan yang ditunjuk menteri setelah mendengar pertimbangan organisasi profesi.
(3) Dalam penunjukan dokter hewan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri harus mempertimbangkan situasi hama penyakit hewan karantina di area atau tempat asal, metode pengamanan penyakit, teknologi budidaya, penangkaran, atau pengolahan produk sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
(4) Hewan kesayangan yang secara rutin kesehatannya diawasi oleh dokter hewan atau kelompok dokter hewan, sertifikat kesehatan hewan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan oleh dokter hewan yang bersangkutan
Pasal 42
(1) Jika pengeluaran media pembawa tidak disertai sertifikat kesehatan, sertifikat sanitasi, atau surat keterangan asal sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (1), maka ditolak pengeluarannya dan diserahkan kembali kepada pemiliknya.
(2) Hewan kesayangan, bahan asal hewan atau hasil bahan asal hewan bukan untuk konsumsi, yang akan dibawa oleh penumpang, dapat diberikan sertifikat kesehatan atau sertifikat sanitasi setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter hewan karantina di tempat pengeluaran, dengan ketentuan:
a. bukan berasal dari area atau tempat dari mana pengeluarannya dilarang atau dari daerah di mana sedang berjangkit hama penyakit hewan karantina yang dapat ditularkan melalui media pembawa tersebut; atau
b. tidak termasuk yang pengeluarannya dilarang
Pasal 43
Jika pengeluaran media pembawa tidak memenuhi kewajiban tambahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dan dokumen lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) maka:
a. yang pengeluarannya dilarang, dilakukan penahanan dan ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. yang belum memenuhi persyaratan administrasi, ditolak pengeluarannya dan diserahkan kembali kepada pemiliknya; atau
c. yang belum memenuhi persyaratan teknis, ditolak pengeluarannya dan diserahkan kembali kepada pemiliknya atau dimasukkan ke instalasi karantina untuk memenuhi persyaratan teknis
Pasal 44
(1) Pemeriksaan kesehatan terhadap hewan di tempat pengeluaran, instalasi karantina, atau tempat asal sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (1) dan ayat (2), dilakukan segera setelah diserahkan oleh pemiliknya.
(2) Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditemukan adanya gejala hama penyakit hewan karantina, berasal dari area atau tempat dari mana pengeluaran hewan tersebut dilarang, atau berasal dari area di mana sedang berjangkit hama penyakit hewan karantina, maka:
a. semua jenis hewan yang rentan terhadap hama penyakit hewan karantina tersebut, ditolak pengeluarannya dan diserahkan kembali kepada pemiliknya atau dilakukan tindakan sesuai dengan pedoman pengendalian penyakit hewan menular yang berlaku;
b. alat angkut yang membawa hewan tersebut dari tempat asalnya harus disucihamakan di tempat pengeluaran atau instalasi karantina; atau
c. terhadap orang, bahan atau peralatan dan muatan lain yang pernah berhubungan dengan hewan tersebut diberikan perlakuan dan atau tindakan karantina yang bertujuan untuk mencegah penyebaran hama penyakit hewan karantina.
Pasal 45
Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (1) tidak ditemukan adanya gejala hama penyakit hewan karantina, tidak berasal dari area atau tempat dari mana pengeluaran hewan tersebut dilarang, atau tidak berasal dari area atau tempat dimana sedang berjangkit hama penyakit hewan karantina, maka;
a. Dimasukan langsung ke instalasi karantina apabila harus menjalani tindakan karantina secara intensif; atau
b. Dibebastugaskan dan diberikan sertifikat kesehatan apabila tidak diharuskan menjalani tindakan karantina secara intensif sepanjang sehat, tidak menunjukan gejala hama penyakit hewan karantina dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 46
(1) Selama hewan menjalani tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 huruf a, dapat dilanjutkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4) untuk mendeteksi lebih lanjut hama penyakit hewan karantina.
(2) Jika dalam pelaksanaan tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditemukan adanya gejala hama penyakit hewan karantina golongan I, maka semua hewan yang rentan dan bahan atau peralatan yang pernah berhubungan dengan hewan tersebut harus dimusnahkan
(3) Terhadap bahan atau peralatan yang tidak mungkin dimusnahkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan terhadap orang dilakukan penyucihamaan.
(4) Jika dalam pelaksanaan tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditemukan adanya gejala hama penyakit hewan karantina golongan II, maka hewan yang mati dimusnahkan, yang sakit diasingkan dan masa karantinanya diperpanjang atau ditunda pemberangkatannya sampai dinilai aman dan tidak berpotensi membawa dan menyebarkan hama penyakit hewan karantina, dengan ketentuan:
a. Terhadap semua jenis hewan yang rentan terhadap penyakit tersebut diberikan perlakuan; atau
b. Jika perlakuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak berhasil, tidak dapat atau tidak mungkin dilakukan, maka terhadap semua hewan yang rentan atau terbatas pada yang tertular, harus dilakukan pemusnahan atau dilakukan tindakan sesuai dengan pedoman pengendalian penyakit hewan menular yang berlaku.
(5) Jika dalam pelaksanaan tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditemukan adanya gejala hama penyakit hewan yang bersifat individual dan atau penyakit hewan menular selain penyakit hewan karantina, maka:
a. Pemilik dapat meminta jasa dokter hewan lain untuk memberikan pengobatan atau perlakuan lain; dan
b. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, harus diberitahukan kepada dokter hewan karantina
(6) Jika hewan telah menjalani masa karantina, tidak tertular dan bebas dari gejala hama penyakit karantina, maka dilakukan pembebasan dan diberikan serfikat kesehatan setelah memenuhi kewajiban lain yang ditetapkan.
Pasal 47
(1) Dalam melakukan pembebasan terhadap hewan, dokter hewan karantina selain mendeteksi bebas hama penyakit hewan karantina, juga harus mempertimbangkan kelayakan kondisi fisik untuk diberangkatkan sebelum dimuat ke alat angkut.
(2) Dokter hewan karantina wajib menolak pemberangkatan hewan apabila kondisi fisik tidak layak diberangkatkan.
(3) Pelaksanaan pengangkutan hewan dari instalasi karantina ke alat angkut harus dilakukan secara langsung dibawah pengawasan petugas karantina
Pasal 48
(1) Pemeriksaan kesehatan terhadap bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain di tempat pengeluaran instalasi karantina, atau tempat asal sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (1) dan ayat (2), dilakukan segera setelah bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain tersebut diserahkan oleh pemiliknya.
(2) Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditemukan bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain:
a. Yang berasal dari area atau tempat dari mana dilarang pengeluarannya, berasal dari area atau tempat di mana sedang berjangkit hewan karantina yang dapat ditularkan melalui media pembawa tersebut, atau produknya termasuk yang pengeluarannya dilarang, maka ditolak pengeluarannya dan diserahkan kembali kepada pemiliknya atau dilakukan tindakan sesuai dengan pedoman pengendalian penyakit hewan menular yang berlaku; atau
b. Yang sanitasinya tidak baik, kemasannya tidak utuh, terjadi perubahan sifat, terkontaminasi, atau membahayakan kesehatan hewan dan atau manusia, maka diberikan perlakuan dan apabila tidak berhasil, tidak dapat atau tidak mungkin dilakukan, maka dilakukan pemusnahan di tempat pengeluaran, di instalasi karantina, atau di tempat asal
(3) Terhadap bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain yang berhasil diberikan perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, dapat dilakukan pembebasan dan diberikan sertifikat sanitasi setelah memenuhi kewajiban lain yang ditetapkan, sepanjang tidak memerlukan pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4)
Pasal 49
Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (1) ditemukan bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain:
a. Yang bukan berasal dari area atau tempat
dari mana dilarang pengeluarannya, bukan berasal dari area atau tempat di mana
sedang berjangkit hewan karantina yang dapat ditularkan melalui media
pembawa tersebut, atau produknya termasuk yang pengeluarannya dilarang,
maka ditolak pengeluarannya dan diserahkan kembali kepada pemiliknya
atau dilakukan tindakan sesuai dengan pedoman pengendalian penyakit
hewan menular yang berlaku; atau
b.
Yang sanitasinya tidak baik, kemasannya tidak utuh, terjadi perubahan
sifat, terkontaminasi, atau membahayakan kesehatan hewan dan atau
manusia, maka diberikan perlakuan dan apabila tidak berhasil, tidak
dapat atau tidak mungkin dilakukan, maka dilakukan pemusnahan di tempat
pengeluaran, di instalasi karantina, atau di tempat asal
Pasal 50
(1) Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (1) memerlukan pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4), belum memenuhi persyaratan teknis, dan atau belum memenuhi persyaratan negara tujuan, maka dapat dilakukan penahanana di tempat asal, di instalasi karantina, atau ditempat pengeluaran
(2) Jika dalam pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditemukan hama penyakit yang dapat membahayakan kesehatan hewan dan atau kesehatan manusia, maka dilakukan pemusnahan
(3) Jika persyaratan teknis dan atau persyaratan negara tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dipenuhi, maka ditolak pengeluarannya dan dikembalikan kepada pemiliknya.
Pasal 51
(1) Orang, alat angkut, bahan atau peralatan, kemasan serta muatan lain yang pernah berhubungan dengan atau terkontaminasi oleh media pembawa yang ditolak atau atau dimusnahkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (2) dan pasal 50 ayat (2), juga diberikan perlakuan dan atau tindakan karantina yang bertujuan untuk mencegah penyebaran hama penyakit hewan karantina
(2) Tindakan perlakuan, penahanan, pemusnahan, penolakan dan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (2) dan ayat (3), pasal 49, serta pasal 50 menurut pertimbangan dokter hewan karantina dapat dilakukan terhadap seluruh atau sebagian dari media pembawa yang akan dikirim.
Bagian Kelima
Tindakan Karantina Terhadap Alat Angkut
Pasal 52
(1) Dalam pelaksanaan tindakan karantina, penanggung jawab alat angkut wajib memberitahukan kedatangan alat angkut kepada petugas karantina di tempat pemasukan, dengan ketentuan:
a. Untuk alat angkut perairan, paling singkat 12 (dua belas) jam sebelum alat angkut tiba di tempat pemasukan
b. Untuk alat angkut udara, paling singkat 2 (dua) jam sebelum alat angkut tiba ditempat pemasukan; atau untuk alat angkut darat dan kereta api yang secara khusus digunakan mengangkut media pembawa, pada saat alat angkut tiba ditempat pemasukan
(2) Pada saat alat angkut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tiba di tempat pemasukan, penanggung jawab alat angkut harus menyampaikan keterangan muatan dan jalur yang dilalui kepada petugas karantina di tempat pemasukan
Pasal 53
(1) Jika laporan penanggung jawab alat angkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2), dan atau dari hasil pemeriksaan alat angkut tersebut diduga berpotensi membawa dan menyebarkan hama penyakit hewan karantina, maka petugas karantina dapat melakukan tindakan perlakuan.
(2) Tindakan perlakuan terhadap alat angkut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), juga dikenakan terhadap penumpang dan muatan lainnya.
(3) Tata cara perlakuan terhadap alat angkut, penmang dan muatan lainnya, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 54
(1) Penanggung jawab alat angkut yang akan memuat media pembawa, harus terlebih dahulu memeriksa telah dipenuhinya ketentuan dan persyaratan karantina media pembawa tersebut.
(2) Penanggung jawab alat angkut dilarang mengangkut media pembawa yang belum memenuhi ketentuan dan persyaratan karantina sebagiaman dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 55
(1) Untuk mencegah kemungkinan terjadinya rudapaksa, stres dan terganggunya kesejahteraan hewan; kerusakan dan pencemaran pada bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain; dan atau penularan hama penyakit hewan karantina sebagai akibat pengangkutan, diperlukan persyaratan teknis alat angkut dan kemasan media pembawa.
(2) Petugas karantina wajib melakukan pemeriksaan kelayakan alat angkut dan kemasan media pembawa sesuai persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sebelum dimuat di tempat pengeluaran.
(3) Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditemukan alat angkut dan atau kemasan media pembawa yang tidak memenuhi persyaratan teknis, maka pemuatan media pembawa harus dibatalkan atau ditunda sampai dengan persyaratan teknisnya dipenuhi.
(4) Persyaratan teknis alat angkut dan kemasan media pembawa, ditetapkan dengan Keputusan Menteri, setelah berkonsultasi dengan Menteri yang bertanggung jawab di bidang perhubungan.
(5) Persyaratan teknis alat angkut dan kemasan media pembawa, ditetapkan dengan Keputusan Menteri, setelah berkonsultasi dengan Menteri yang bertanggung jawab di bidang perhubungan.
Bagian Keenam
Tindakan Karantina Terhadap Media Pembawa Lain
Pasal 56
(1) Media pembawa lain berupa sampah, sisa makanan penumpang, kotoran, sisa pakan dan bangkai hewan serta barang atau bahan yang pernah berhubungan dengan hewan yang diturunkan dari alat angkut di tempat pemasukan atau tempat transit, harus dimusnahkan oleh penanggung jawab alat angkut di bawah pengawasan petugas karantina.
(2) Media pembawa lain berupa sisa makanan atau produk yang tidak memenuhi persyaratan karantina yang telanjur dibawa oleh penumpang ke tempat pemasukan, harus dibuang pada kotak sampah karantina.
(3) Pemusnahan sampah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), harus dilakukan di dalam wilayah tempat pemasukan.
(4) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dilaksanakan melalui koordiasi dan bantuan penanggung jawab tempat pemasukan.
(5) Media pembawa lain berupa peralatan bekas dan peralatan orang yang diduga berpotensi membawa dan menyebarkan hama penyakit hewan karantina, diberikan perlakuan.
Bagian Ketujuh
Tindakan Karantina di Luar Tempat Pemasukan dan Pengeluaran
Pasal 57
(1) Untuk memberikan kemudahan pelayanan dan kelancaran arus barang di tempat pemasukan dan atau pengeluaran, maka tindakan karantina dapat dilakukan di luar tempat pemasukan dan atau di luar tempat pengeluaran maupun di luar instalasi karantina, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip karantina hewan dan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
(2) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diperhitungkan sebagai bagian dari proses pelaksanaan tindakan karantina di instalasi karantina, tempat pemasukan, atau tempat pengeluaran berdasarkan analisis risiko hama penyakit hewan karantina.
Pasal 58
(1) Dalam hal pemasukan, pelaksanaan tindakan karantina sebagiamana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dapat dilakukan di negara, area, atau tempat asal, di negara atau area transit, di atas alat angkut media pembawa selama dalam perjalanan menuju ke tempat pemasukan atau area tujuan, dan atau di tempat tujuan.
(2) Dalam hal pengeluaran, pelaksanaan tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dapat dilakukan di area atau tempat asal, dan atau di atas alat akut media pembawa selama dalam perjalanan menuju ke tempat pengeluaran.
(3) Pelaksanaan tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalama ayat (1) hanya dapat dilakukan atas persetujuan Menteri atau menurut persyaratan teknis yang ditetapkan.
(4) Pelaksanaan tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dilakukan atas dasar pertimbangan dokter hewan karantina sepanjang area atau tempat asal telah dinyatakan bebas dari hama penyakit karantina yang dapat ditularkan melalui media pembawa tersebut.
Pasal 59
(1) Tindakan karantina terhadap hewan bibit, bahan biologik reproduksi dan hewan hasil penangkaran dapat diberikan kemudahan di tempat pemasukan dan atau pengeluaran, melalui penilaian status kesehatan dan situasi hama penyakit hewan karantina tempat asal, menurut tata cara karantina.
(2) Tindakan karantina terhadap bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain dapat diberikan kemudahan di tempat pemasukan dan atau pengeluaran, melalui penilaian status sanitasi dan situasi hama penyakit hewan karantina tempat asal, menurut tata cara karantina.
(3) Tata cara penilaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 60
(1) Untuk mendukung pelaksanaan tindakan karantina di luar tempat pemasukan, di luar tempat pengeluaran dan atau di luar instalasi karantina sebagaimana dimaksid dalam Pasal 57, Pasal 58, dan Pasal 59, maka pihak lain dapat membantu pelaksanaa tindakan karantina.
(2) Pelaksanaan tindakan karantina oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaporkan kepada dokter hewan karantina.
(3) Penunjukan pihak lain sebagaimana dimaksud dengan ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan kewenangan profesi dokter hewan.
Pasal 61
(1) Untuk mencegah masuknya hama penyakit hewan karantina ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, penilaian status atau situasi hama penyakit hewan karantina dan atau pengawasan pelaksanaan tindakan karantina dan persyaratan teknis dapat dilakukan di negara asal atau transit yang memiliki resiko tinggi.
(2) Pejabat yang berwenang di negara asal atau transit harus diberitahukan sebelum menugaskan dokter hewan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Tata cara pengawasan pelaksanaan tindakan karantina dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 62
(1) Penilaian terhadap status atau situasi hama penyakit hewan karantina dan atau pengawan pelaksaan tindakan karantina dan persyaratan teknis di seluruh atau sebagian wilayah negara Republik Indonesia, dapat dilakukan oleh pejabat dari negara tujuan untuk memenuhi persyaratan teknis dan analisis risiko terhadap terbawanya hama penyakit hewan karantina.
(2) Pejabat dari negara tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memberitahukan Menteri sebelum melakukan penilaian.
Bagian Kedelapan
Tindakan Karantina Terhadap Pengiriman Melalui Pos
Pasal 63
(1) Pengiriman media pembawa melalui pos atau jasa titipan harus mencantumkan secara jelas jumlah, jenis, atau nama media pembawa serta negara atau area asal sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
(2) Tata cara pengiriman media pembawa melalui pos dan usaha jasa titipan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri, setelah berkonsultasi dengan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pos.
Bagian Kesembilan
Tindakan Karantina dalam Keadaan Darurat
Pasal 64
(1) Jika alat angkut perairan, udara, atau darat dan kereta api yang memuat media pembawa karena keadaan darurat sandar atau mendarat atau berhenti di tempat-tempat yang tidak ditetapkan sebagai tempat pemasukan atau pengeluaran, maka penanggung jawab alat angkut atau orang yang mengehui peristiwa tersebut harus melaporkan dengan segera kepada petugas karantina, dokter hewan atau pejabat pemerintah terdekat.
(2) Dokter hewan atau pejabat Pemerintah yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus segera melaporkannya kepada petugas karantina terdekat.
(3) Media pembawa, bahan atau peralatan dan muatan lain yang pernah berhubungan dengan 4) Dalam hal alat angkut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat meneruskan perjalanannya, maka terhadap media pembawa dilakukan tindakan karantina sesuai dengan ketentuan tentang pemasukan.
(4) Dalam hal alat angkut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat meneruskan perjalananya, maka terhadap media pembawa dilakukan tindakan karantina sesuai dengan ketentuan tentang transit.
Bagian Kesepuluh
Tindakan Karantina Terhadap Penolakan Negara Tujuan
Pasal 65
(1) Pemasukan kembali media pembawa yang ditolak di luar negeri karena tidak memenuhi persyaratan karantina, persyaratan yang ditetapkan oleh negara tujuan, penularan hama penyakit hewan karantina dan atau alasan lain dilakukan tindakan karantina sesuai dengan ketentuan tentang pemasukan.
(2) Pemasukan kembali media pembawa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus disertai surat keterangan penolakan dari negara tujuan yang menerangkan alasan penolakan.
(3) Sertifikat kesalahan yang menyertai media pembawa pada waktu pengeluaran dapat dipergunakan lagi sebagai persyaratan karantina.
(4) Pemasukan kembali media pembawa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) karena alasan tidak memenuhi persyaratan karantina pada waktu pengeluaran, dimusnahkan di tempat pemasukan atau instalasi karantina.
(5) Menteri dapat mempertimbangkan tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), apabila media pembawa termasuk yang dilindungi Undang-undang.
Bagian Kesebelas
Tindakan Karantina Terhadap Barang yang Ditahan
Pasal 66
(1) Petugas karantina hewan berwenang melaksanakan tindakan karantina terhadap media pembawa yang berstatus sebagai barang yang ditahan atau barang bukti dalam suatu perkara peradilan, sebelum diserahkan kepada pejabat atau instansi yang berwenang untuk mencegah menyebarnya hama penyakit hewan karantina.
(2) Dalam hal tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa tindakan pemusnahan, maka berita acara pemusnahan dapat dijadikan sebagai barang bukti oleh pejabat atau instansi yang berwenang.
Pasal 67
(1) Petugas karantina juga berwenang melaksanakan tindakan karantina terhadap media pembawa yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai, yang dikuasai negara dan yang menjadi milik negara, mengingat media pembawa termasuk jenis barang yang sifatnya tidak tahan lama, mudah rusak, atau mudah busuk serta dapat membahayakan hewan dan atau manusia.
(2) Dalam hal media pembawa telah menjadi milik negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pertimbangan dokter hewan karantina disampaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 68
(1) Petugas karantina dapat mengunci, menyegel dan atau melekatkan tanda pengaman terhadap media pembawa untuk menghindari perbuatan yang dapat mempersulit atau menghambat proses pelaksanaan tindakan karantina.
(2) Dilarang membuka, melepas atau merusak kunci, segel atau tanda pengaman yang telah terpasang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebelum proses tindakan karantina, tanpa persetujuan dokter hewan karantina.
Bagian Kedua Belas
Tindakan Karantina Terhadap Barang Penumpang
Pasal 69
(1) Media pembawa dari negara, area, atau tempat yang tidak terlarang, dapat dibawa sebagai barang bawaan untuk dipergunakan sendiri.
(2) Media pembawa yang dibawa sebagai barang bawaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diberikan pembebasan karantina setelah melalui pemeriksaan kesehatan dan mempertimbangkan resiko penyebaran hama penyakit hewan karantina menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan mengenai jumlah, jenis, dan tata cara pemasukan, transit, atau pengeluaran media pembawa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Bagian Ketiga Belas
Tindakan Karantina Khusus
Pasal 70
Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi pemasukan, transit, atau pengeluaran media pembawa yang dibawa atau dikirim sebagai barang diplomatik.
Pasal 71
(1) Hewan organik dapat dikecualikan terhadap ketentuan Peraturan Pemerintah ini, sepanjang mengikuti persyaratan:
a. Pengiriman hewan organik untuk keperluan tugas dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Republik Indonesia, harus dikonsultasikan dengan dokter hewan karantina;
b. Hewan organik sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilarang dikembangbiakan selama bertugas di luar kesatuan atau tempat asalnya dan
c. pengirimanhewan organik untuk keperluan perpindahan kesatuan atau untuk dikembangbiakan, hanya dapat dilakukan ke area yang tidak terlarang bagi pemasukan jenis hewan tersebut
(2) Tata cara tindakan karantina khusus bagi hewan organik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
c. pengirimanhewan organik untuk keperluan perpindahan kesatuan atau untuk dikembangbiakan, hanya dapat dilakukan ke area yang tidak terlarang bagi pemasukan jenis hewan tersebut
(2) Tata cara tindakan karantina khusus bagi hewan organik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
0 Response to "Tindakan Karantina"
Post a Comment
MAAF KOMENTAR SPAM KAMI HAPUS