Peraturan Pemerintah RI No. 67 Tahun 1996 Tentang Penyelenggaraan Pariwisata

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
  1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.
  2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
  3. Pariwisata adalah segala sesuatu dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata seta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
  4. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata.
  5. Usaha Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata, menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut.
  6. Objek dan Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata.
  7. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kepariwisataan.
Pasal 2
Penyelenggaraan kepariwisataan bertujuan untuk: 
a. Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik  
    wisata.
b. Memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa
c. Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja
d. Meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran   
    rakyat dan
e. Mendorong pendayagunaan produksi nasional

Pasal 3
Penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan dengan memperhatikan:
a. Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial  
    budaya
b. Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
c. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup; dan
d. Kelangsungan usaha pariwisata

BAB II
USAHA PARIWISATA
Bagian Pertama
Penggolongan Usaha Pariwisata
Pasal 4
Usaha Pariwisata digolongkan ke dalam:
a. Usaha jasa pariwisata
b. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata; dan 
c. Usaha sarana wisata

Bagian Kedua
Usaha Jasa Pariwisata
Pasal 5
Usaha jasa pariwisata meliputi penyediaan jasa perencanaan, jasa pelayanan, dan jasa penyelenggaraan pariwisata. 

Pasal 6
Jenis usaha jasa pariwisata dapat berupa usaha:
a. Jasa biro perjalanan wisata
b. Jasa agen perjalanan wisata
c. Jasa Pramuwisata
d. Jasa Konvensi, perjalanan insentif dan pameran
e. Jasa Impesariat. 
f. Jasa konsultan pariwisata, dan
g. Jasa informasi pariwisata

Paragraf 1
Usaha Jasa Biro Perjalanan Wisata
Pasal 7 
Usaha jasa biro perjalanan wisata diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas atau Koperasi, dalam bentuk Biro Perjalanan Wisata

Pasal 8 
Biro Perjalanan Wisata harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya:
a. mempunyai tenaga profesional dalam jumlah dan kualitas yang memadai; dan
b. mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha

Pasal 9
(1) Kegiatan usaha Biro Perjalanan Wisata meliputi jasa:
      a. perencanaan dan pengemasan komponen-komponen perjalana wisata, yang meliputi sarana 
          wisata, objek dan daya tarik wisata dan jasa pariwisata lainnya terutama yang terdapat 
         di wilayah Indonesia, dalam bentuk paket wisata.
      b. penyelenggaraan dan penjualan paket wisata dengan cara menyalurkan melalui Agen 
          Perjalanan Wisata dan atau menjualnya langsung kepada wisatawan atau konsumen
      c. penyediaan layanan yang berhubungan dengan paket wisata yang dijual.
      d. penyediaan layanan angkutan wisata
      e. pemesanan akomodasi, restoran, tempat konvensi, dan tiket pertunjukan seni budaya serta
          kunjungan ke objek dan daya tarik wisata
     f. pengurusan dokumen perjalanan, berupa paspor dan visa atau dokumen lain yang dipersamakan.
     g. penyelenggaraan perjalanan ibadah agama, dan
     h. penyelenggaraan perjalanan insentif

(2) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c merupakan
      kegiatan pokok yang wajib diselenggarakan oleh Biro Perjalanan Wisata
(3) Penyelefnggaraan perjalanan ibadah agama sebagaimana dalam ayat (1) huruf g dilakukan
      berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 10
(1) Biro Perjalanan wajib: 
      a. memenuhi jenis dan kualitas komponen perjalanan wisata yang dikemas dan atau dijanjikan 
         dalam paket wisata; dan
    b. memberikan pelayanan secara optimal bagi wisatawan yang melakukan pemesanan pengurusan  
        dokumen dan penyelenggaraan perjalanan melalui Biro Perjalanan Wisata
(2) Biro Perjalanan Wisata bertanggungjawab atas keselamatan wisatawan yang melakukan  
      perjalanan wisata berdasarkan paket wisata yang dijualnya.

Pasal 11
(1) Untuk memperluas jaringan kegiatan usaha. Biro Perjalanan Wisata dapat mendirikan kantor 
      cabang di ibukota provinsi.
(2) Untuk mempermudah pelayanan kepada masyarakat, Biro Perjalanan Wisata atau kantor cabang  
      Biro Perjalanan Wisata dapat membuka gerai jual
(3) Biro Perjalanan Wisata hanya dapat membuka gerai jual yang belum terdapat kantor cabang
(4)  Pendirian kantor cabang dan pembukaan gerai jual harus dilaporkan untuk didaftarkan pada 
      menteri.
(5) Seluruh kegiatan usaha biro perjalanan wisata yang dilakukan oleh kantor cabang dan gerai jual 
     sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan tanggung jawab Biro Perjalanan 
     Wisata.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pendirian kantor cabang dan pembukaan gerai jual Biro Perjalanan 
      Wisata diatur oleh Menteri

Pasal 12
(1) Kantor cabang Biro Perjalanan Wisata dapat menyediakan seluruh jasa sebagaimana dimaksud
      dalam pasal 9 ayat (1)
(2) Gerai jual Biro Perjalanan Wisata hanya dapat melakukan penjualan paket wisata yang dikemas 
     oleh Biro Perjalanan Wisata serta menyediakan jasa pelayanan pemesanan sebagaimana dimaksud 
     dalam pasal 9 ayat (1) huruf e

Paragraf 2
Usaha Jasa Agen Perjalanan Wisata
Pasal 13
Usaha jasa agen perjalanan wisata diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas atau Koperasi, dalam bentuk Agen Perjalanan Wisata. 

Pasal 14
Agen Perjalanan Wisata harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya:
a. mempunyai tenaga profesional dalam jumlah dan kualitas yang memadai; dan
b. mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha

Pasal 15
Kegiatan Usaha Agen Perjalanan Wisata meliputi jasa;
a. pemesanan tiket angkut udara, laut, dan darat baik untuk tujuan dalam negeri maupun luar negeri
b. perantara penjualan paket wisata yang dikemas oleh Biro Perjalanan Wisata
c. pemesanan akomodasi, restoran dan tiket pertunjukan seni budaya, serta kunjungan ke objek dan 
    daya tarik wisata
d. pengurusan dokomen perjalanan berupa paspor dan visa atau dokumen lain yang dipersamakan

Pasal 16
Agen Perjalanan Wisata wajib: 
a. memberikan pelayanan secara optimal dan bertanggung jawab atas penyediaan jasa pemesanan  
    dan pengurusan dokumen yang dilakukan; dan 
b. memperhatikan norma dan kelaziman yang berlaku bagi penyediaan jasa perantara, dalam hal 
    melakukan penjualan tiket wisata yang dikemas Biro Perjalanan Wisata

Pasal 17
Agen Perjalanan Wisata dilarang: 
a. melakukan perubahan terhadap komponen perjalanan wisata dalam paket yang dikemas Biro 
    perjalanan Wisata; dan
b. menyelenggarakan paket wisata

Paragraf 3
Usaha Jasa Pramuwisata
Pasal 18
Usaha jasa pramuwisata diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas atau Koperasi

Pasal 19
Badan usaha jasa pramuwisata harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya: 
a. mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas dukung usaha; dan 
b. mempekerjakan secara tetap tenaga pramuwisata profesional 

Pasal 20
(1) Kegiatan usaha jasa pramuwisata meliputi penyediaan tenaga pramuwisata dan atau 
     mengkoordinasikan tenaga pramuwisata lepas untuk memenuhi kebutuhan wisatawan secara 
     perorangan atau kebutuhan Biro Perjalanan Wisata
(2) Kegiatan mengkoordinasikan tenaga pramuwisata lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), 
     hanya dapat dilakukan apabila persediaan tenaga pramuwisata yang dimiliki badan usaha jasa 
     pramuwisata tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan yang ada.
(3) Pengkoordinasikan tenaga pramuwisata lepas sebagaimana dimaksud daalam ayat (2) dilakukan 
     dengan tetap memperhatikan persyaratan profesionalisme tenaga pramuwisata yang bersangkutan.

Pasal 21
Badan usaha jasa pramuwisata wajib:
a. mempekerjakan tenaga pramuwisata yang telah memenuhi persyaratan keterampilan yang berlaku; 
    dan
b. secara terus menerus melakukan upaya peningkatan keterampilan tenaga pramuwisata yang 
    bersangkutan

Paragraf 4
Usaha Jasa Konvensi, Perjalanan Insentif 
dan Pameran
Pasal 22
Usaha jasa konvensi, perjalanan insentif dan pameran diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas atau Koperasi 

Pasal 23
Badan usaha jasa konvensi, perjalanan insentif dan pameran harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya: 
a. memiliki tenaga profesional dalam jumlah dan kualitas yang memadai; dan 
b. mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha

Pasal 24
(1) Kegiatan usaha jasa konvensi, perjalanan insentif dan pameran meliputi: 
      a. penyelenggaraan kegiatan konvensi yang meliputi: 
          1) perencanaan dan penawaran penyelenggaraan konvensi 
          2) perencanaan dan pengelolaan anggaran penyelenggaraan konvensi
          3) pelaksanaan dan penyelenggaraan konvensi
          4) pelayanan terjemahan simultan 
      b. perencanaan, penyusunan dan penyelenggaraan program perjalanan insentif;
      c. perencanaan dan penyelenggaraan pameran
      d. penyusunan dan pengkoordinasian penyelenggaraan wisata sebelum, selama dan sesudah 
           konvensi.
      e.  penyediaan jasa kesekretariatan bagi penyelenggaraan konvensi, perjalanan insentif dan 
          pameran; dan
      f. kegiatan lain guna memenuhi kebutuhan peserta konvensi, perjalanan insentif dan pameran.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c merupakan kegiatan
      pokok yang wajib diselenggarakan oleh badan usaha jasa konvensi, perjalanan insentif dan 
      pameran.

Pasal 25
(1) Badan usaha jasa konvensi, perjalanan insentif dan pameran wajib :
     a. memenuhi jenis dan kualitas jasa yang dikemas dan atau dijanjikan dalam penawaran  
         penyelenggaraan konvensi, perjalanan insentif dan pameran; dan
     b. mengurus perizinan yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan konvensi dan pameran 
         sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Badan usaha jasa konvensi, perjalanan insentif dan pameran bertanggung jawab atas keselamatan
      wisatawan yang melakukan perjalanan wisata berdasarkan program perjalanan insentif yang 
      dijualnya.

Paragraf 5
Usaha Jasa Impresariat
Pasal 26
Usaha jasa impresariat diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas atau Koperasi.

Pasal 27
Badan usaha jasa impresariat harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya :
a. memiliki tenaga profesional dalam jumlah dan kualitas yang memadai; dan
b. mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha.

Pasal 28
Kegiatan usaha jasa impresariat meliputi :
a. pengurusan dan penyelenggaraan pertunjukan hiburan oleh artis, seniman dan olahragawan
    Indonesia yang melakukan pertunjukan di dalam dan atau di luar negeri;
b. pengurusan dan penyelenggaraan pertunjukan hiburan oleh artis, seniman dan olahragawan asing
    yang melakukan pertunjukan di Indonesia;
c. pengurusan dokumen perjalanan, akomodasi, transportasi bagi artis, seniman dan olahragawan 
    yang akan mengadakan pertunjukan hiburan; dan
d. penyelenggaraan kegiatan promosi dan publikasi pertunjukan.

Pasal 29
(1) Badan usaha jasa impresariat wajib :
      a. melestarikan seni budaya Indonesia;
      b. memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam
          masyarakat, serta mencegah pelanggaran kesusilaan dan ketertiban umum; dan
      c. mengurus perizinan yang diperlukan bagi penyelenggaraan pertunjukan hiburan sesuai dengan
          peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Badan usaha jasa impresariat bertanggung jawab atas keutuhan pertunjukan dan kepentingan 
     artis,  seniman dan atau olahraga-wan yang melakukan pertunjukan hiburan yang diselenggarakan
      badan usaha tersebut.

Paragraf 6
Usaha Jasa Konsultan Pariwisata
Pasal 30
(1) Usaha jasa konsultan pariwisata diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas atau Koperasi.
(2) Badan usaha jasa konsultan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didirikan 
      semata-mata untuk menyediakan jasa konsultasi di bidang kepariwisataan.

Pasal 31
Badan usaha jasa konsultan pariwisata harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya :
a. mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha; dan
b. memiliki tenaga ahli yang sesuai dengan bidang pekerjaan yang dilaksanakan.

Pasal 32
Kegiatan usaha jasa konsultan pariwisata meliputi penyampaian pandangan, saran, penyusunan studi kelayakan, perencanaan, pengawasan, manajemen, dan penelitian di bidang kepariwisataan.

Pasal 33
Badan usaha jasa konsultan pariwisata wajib :
a. menjamin dan bertanggung jawab atas kualitas jasa konsultasi yang diberikan; dan
b. secara terus menerus melakukan upaya peningkatan profesional-isme tenaga ahli yang bekerja 
    pada perusahaannya.

Paragraf 7
Usaha Jasa Informasi Kepariwisataan
Pasal 34
(1) Usaha jasa informasi kepariwisataan diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas atau Koperasi.
(2) Selain badan usaha jasa informasi kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), usaha
     jasa informasi kepariwisataan dapat juga diselenggarakan oleh perseorangan atau kelompok  
     sosial di dalam masyarakat.

Pasal 35
Badan usaha jasa informasi pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) sekurang-kurangnya harus mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha.

Pasal 36
Kegiatan usaha jasa informasi pariwisata meliputi :
a. penyediaan informasi mengenai objek dan daya tarik wisata, sarana pariwisata, jasa pariwisata,
    transportasi, dan informasi lain yang diperlukan oleh wisatawan;
b. penyebaran informasi tentang usaha pariwisata atau informasi lain yang diperlukan wisatawan
    melalui media cetak, media elektronik atau media komunikasi lain; dan
c. pemberian informasi mengenai layanan pemesanan, akomodasi, restoran, penerbangan, angkutan
    darat dan angkutan laut.

Pasal 37
Penyelenggara usaha jasa informasi kepariwisataan bertanggung jawab atas kebenaran informasi yang disediakan.

Bagian Kedua
Pengusahaan Objek dan Daya Tarik Wisata
Pasal 38
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata meliputi kegiatan mem-bangun dan mengelola objek dan daya tarik wisata beserta prasarana dan sarana yang diperlukan atau kegiatan mengelola objek dan daya tarik wisata yang telah ada.

Pasal 39
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata terdiri dari :
a. pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam;
b. pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya; dan
c. pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus.

Paragraf 1
Pengusahaan Objek dan Daya Tarik
Wisata Alam
Pasal 40
(1) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam 
     dan tata lingkungannya yang telah ditetapkan sebagai objek dan daya tarik wisata, untuk
      dijadikan  sasaran wisata.
(2) Menteri menetapkan sumber daya alam tertentu sebagai objek dan daya tarik wisata alam.

Pasal 41
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas, Koperasi atau perseorangan.

Pasal 42
Penyelenggara pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam sekurang-kurangnya harus mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha.

Pasal 43
(1) Kegiatan pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam meliputi :
      a. pembangunan prasarana dan sarana pelengkap beserta fasilitas pelayanan lain bagi wisatawan;
      b. pengelolaan objek dan daya tarik wisata alam, termasuk prasarana dan sarana yang ada; dan
      c. penyediaan sarana dan fasilitas bagi masyarakat di sekitarnya untuk berperan serta dalam
          kegiatan pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam.
(2) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam dapat pula disertai dengan penyelenggaraan
     pertunjukan seni budaya yang dapat memberi nilai tambah terhadap objek dan daya tarik wisata 
     alam yang bersangkutan.

Pasal 44
(1) Penyelenggara pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam wajib :
      a. menyediakan sarana dan fasilitas keselamatan dan keamanan;
      b. mempekerjakan pramuwisata dan atau tenaga ahli yang memiliki keterampilan yang
          dibutuhkan;  dan
      c. menjaga kelestarian objek dan daya tarik wisata serta tata lingkungannya.
(2) Penyelenggara pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam bertanggung jawab atas
      keselamatan dan keamanan wisatawan yang mengunjungi objek dan daya tarik wisata alam yang
      bersangkutan.

Pasal 45
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam yang berupa Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya, atau Taman Laut, diselenggarakan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 2
Pengusahaan Objek dan Daya Tarik
Wisata Budaya
Pasal 46
(1) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya merupakan usaha pemanfaatan seni budaya
      bangsa yang telah ditetapkan sebagai objek dan daya tarik wisata, untuk dijadikan sasaran wisata.
(2) Menteri menetapkan seni budaya tertentu sebagai objek dan daya tarik wisata budaya.

Pasal 47
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas, Koperasi atau perseorangan.

Pasal 48
Penyelenggara pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya sekurang-kurangnya harus mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha.

Pasal 49
Kegiatan pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya meliputi:
a. pembangunan objek dan daya tarik wisata, termasuk penyediaan sarana, prasarana dan fasilitas
    pelayanan lain bagi wisatawan;
b. pengelolaan objek dan daya tarik wisata, termasuk prasarana dan sarana yang ada; dan
c. penyelenggaraan pertunjukan seni budaya yang dapat memberi nilai tambah terhadap objek dan
    daya tarik wisata serta mem-berikan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya.

Pasal 50
Penyelenggara pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya wajib :
a. menyediakan sarana dan fasilitas keselamatan dan keamanan;
b. mempekerjakan pramuwisata dan atau tenaga ahli yang memiliki keterampilan yang dibutuhkan;
    dan
c. menjaga kelestarian objek dan daya tarik wisata budaya serta tata lingkungannya.

Pasal 51
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya yang berupa benda cagar budaya atau peninggalan sejarah lainnya, diselenggarakan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 3
Pengusahaan Objek dan Daya Tarik
Wisata Minat Khusus
Pasal 52
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam dan atau potensi seni budaya bangsa, untuk dijadikan sasaran wisata bagi wisatawan yang mempunyai minat khusus.

Pasal 53
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas, Koperasi atau perseorangan.

Pasal 54
Penyelenggara pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus sekurang-kurangnya harus mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha.

Pasal 55
Kegiatan pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus meliputi :
a. pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana serta fasilitas pelayanan bagi wisatawan di
    lokasi objek dan daya tarik wisata; dan
b. penyediaan informasi mengenai objek dan daya tarik wisata secara lengkap, akurat dan mutakhir.

Pasal 56
(1) Penyelenggara pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus wajib menjaga kelestarian
     lingkungan, mempekerjakan pramuwisata dan atau tenaga ahli yang memiliki keterampilan yang
     dibutuhkan, dan menyediakan fasilitas serta bertanggung jawab atas keamanan serta keselamatan
      wisatawan.
(2) Dalam hal kegiatan wisata minat khusus mempunyai resiko tinggi, penyelenggara wajib
      memberikan perlindungan asuransi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan perlindungan asuransi sebagaimana dimaksud
      dalam ayat (2), diatur oleh Menteri.

Bagian Ketiga
Usaha Sarana Pariwisata
Pasal 57
Usaha sarana pariwisata dapat berupa :
a. penyediaan akomodasi;
b. penyediaan makan dan minum;
c. penyediaan angkutan wisata;
d. penyediaan sarana wisata tirta; dan
e. penyelenggaraan kawasan pariwisata.

Paragraf 1
Usaha Penyediaan Akomodasi
Pasal 58
Usaha penyediaan akomodasi dapat berupa :
a. usaha hotel;
b. usaha pondok wisata;
c. usaha bumi perkemahan; dan
d. usaha persinggahan karavan.

Pasal 59
Usaha hotel diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas atau Koperasi.

Pasal 60
Badan usaha hotel harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya :
a. memiliki tenaga profesional dalam jumlah dan kualitas yang memadai; dan
b. mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha.

Pasal 61
(1) Kegiatan usaha hotel meliputi :
      a. penyediaan kamar tempat menginap;
      b. penyediaan tempat dan pelayanan makan dan minum;
      c. pelayanan pencucian pakaian/binatu;
      d. penyediaan fasilitas akomodasi dan pelayanan lain, yang diperlukan bagi penyelenggaraan
          kegiatan usaha hotel.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a merupakan pelayanan pokok yang harus 
      disediakan usaha hotel.
(3) Menteri menetapkan penggolongan kelas hotel sesuai dengan jenis fasilitas akomodasi dan
      pelayanan yang disediakan.

Pasal 62
(1) Badan usaha hotel wajib :
      a. menyediakan sarana dan fasilitas keselamatan dan keamanan;
      b. menjaga keamanan barang-barang milik tamu hotel;
      c. menjaga citra hotel dan mencegah pelanggaran kesusilaan dan ketertiban umum;
      d. mencegah penghidangan minuman keras kepada yang belum dewasa; dan
      e. menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan.
(2) Badan usaha hotel bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan tamu hotel.

Pasal 63
Usaha pondok wisata diselenggarakan oleh Koperasi atau perseorangan, dan berupa kegiatan penyewaan rumah atau bagian rumah sebagai sarana penginapan kepada wisatawan untuk jangka waktu tertentu.

Pasal 64
Penyelenggara usaha pondok wisata sekurang-kurangnya harus mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha.

Pasal 65
(1) Kegiatan usaha pondok wisata meliputi :
      a. penyediaan kamar tempat menginap;
      b. penyediaan tempat atau pelayanan makan dan minum; dan
      c. pelayanan pencucian pakaian/binatu.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a merupakan pelayanan pokok yang wajib
      diselenggarakan oleh penyelenggara usaha pondok wisata.

Pasal 66
Penyelenggara usaha pondok wisata wajib :
a. menjaga citra pondok wisata dan mencegah pelanggaran kesusilaan dan ketertiban umum; dan
b. memelihara kebersihan dan kesehatan lingkungan.

Pasal 67
Badan usaha bumi perkemahan diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas atau Koperasi.

Pasal 68
Usaha bumi perkemahan harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya :
a. memiliki tenaga profesional dalam jumlah dan kualitas yang memadai;
b. mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha; dan
c. menguasai lahan yang diperuntukan bagi usaha bumi perkemahan sesuai dengan peraturan
    perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 69
(1) Kegiatan usaha bumi perkemahan meliputi :
    a. penyediaan lahan untuk perkemahan, perlengkapan berkemah, dan tempat parkir kendaraan 
        bermotor;
    b. penyediaan sarana air bersih, tempat mandi, penerangan dan fasilitas telekomunikasi;
    c. penyediaan tempat atau pelayanan makan dan minum; dan
    d. penyediaan sarana olah raga dan rekreasi.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b merupakan kegiatan pokok 
      yang wajib diselenggarakan oleh badan usaha bumi perkemahan.

Pasal 70
(1) Badan usaha bumi perkemahan wajib :
      a. menyediakan sarana dan fasilitas keamanan lingkungan perkemahan;
      b. menjaga kelestarian lingkungan;
      c. mencegah pelanggaran kesusilaan dan ketertiban umum; dan
      d. memelihara kebersihan dan kesehatan lingkungan.
(2) Badan usaha bumi perkemahan bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan wisatawan  
      yang berada di lingkungan bumi perkemahan.

Pasal 71
Usaha bumi perkemahan yang berada di kawasan konservasi, diselenggarakan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 72
Usaha persinggahan karavan diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas atau Koperasi, dan berupa kegiatan penyediaan lahan untuk tempat persinggahan karavan atau kendaraan sejenis.

Pasal 73
Badan usaha persinggahan karavan harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya :
a. memiliki tenaga profesional dalam jumlah dan kualitas yang memadai;
b. mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pen-dukung usaha; dan
c. menguasai lahan yang diperuntukan bagi usaha persinggahan karavan atau kendaraan sejenis, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 74
(1) Kegiatan usaha persinggahan karavan meliputi :
      a. penyediaan lahan untuk tempat persinggahan karavan;
      b. penyediaan sarana air bersih, penerangan dan fasilitas telekomunikasi;
      c. penyediaan tempat atau pelayanan makan dan minum; dan
      d. penyediaan sarana olah raga dan rekreasi.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b merupakan kegiatan pokok
      yang wajib diselenggarakan oleh badan usaha persinggahan karavan.

Pasal 75
(1) Badan usaha persinggahan karavan wajib :
      a. menyediakan sarana dan fasilitas keamanan lingkungan per-singgahan karavan;
      b. menjaga kelestarian lingkungan;
      c. mencegah pelanggaran kesusilaan dan ketertiban umum; dan
      d. memelihara kebersihan dan kesehatan lingkungan.
(2) Badan usaha persinggahan karavan bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan
      wisatawan yang berada di lingkungan persinggahan karavan.

Pasal 76
Usaha persinggahan karavan yang berada di kawasan konservasi, diselenggarakan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 2
Usaha Penyediaan Makan dan Minum
Pasal 77
Usaha penyediaan makan dan minum dapat berupa :
a. restoran; dan
b. jasa boga.

Pasal 78
Usaha restoran diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas, Koperasi atau perseorangan.

Pasal 79
Penyelenggara usaha restoran harus mempunyai tempat usaha yang tetap.

Pasal 80
Kegiatan usaha restoran meliputi kegiatan pengelolaan, penyediaan dan pelayanan makanan dan minuman, serta dapat pula menyeleng-garakan pertunjukan atau hiburan sebagai pelengkap.

Pasal 81
Penyelenggara usaha restoran wajib :
a. menjaga citra usaha restoran dan mencegah pelanggaran kesusilaan dan ketertiban umum; dan;
b. menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan pengolahan makanan
    dan minuman, termasuk kebersihan perlengkapan dan peralatan untuk menghidangkan makanan
    dan minuman.

Pasal 82
Usaha jasa boga diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas, Koperasi atau perseorangan.

Pasal 83
Penyelenggara usaha jasa boga harus memenuhi persyaratan seku-rang-kurangnya :
a. mempunyai tempat usaha yang tetap;
b. mempunyai tenaga ahli; dan
c. mempunyai peralatan pendukung usaha yang memadai.

Pasal 84
Kegiatan usaha jasa boga meliputi :
a. pengolahan, penyediaan dan pelayanan makanan dan minuman;
b. jasa andrawina;
c. pelayanan penghidangan makanan dan minuman di tempat yang ditentukan oleh pemesan; dan
d. penyediaan perlengkapan dan peralatan untuk makan dan minum.

Pasal 85
Penyelenggara usaha jasa boga wajib menjaga kebersihan dan kese-hatan lingkungan yang berhubungan dengan pengolahan makanan dan minuman, termasuk kebersihan perlengkapan dan peralatan untuk menghidangkan makanan dan minuman.

Paragraf 3
Usaha Penyediaan Angkutan Wisata
Pasal 86
Usaha penyediaan angkutan wisata diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas, Koperasi atau perseorangan.

Pasal 87
Badan usaha penyediaan angkutan wisata harus mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha.

Pasal 88
Kegiatan usaha penyediaan angkutan wisata meliputi :
a. penyediaan sarana angkutan wisata yang laik dan aman; dan
b. penyediaan tenaga pengemudi dan pembantu pengemudi.

Pasal 89
Badan usaha penyediaan angkutan wisata wajib :
a. memenuhi jenis dan kualitas jasa penyediaan angkutan wisata;
b. menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan wisatawan; dan
c. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang angkutan.

Paragraf 4
Usaha Sarana Wisata Tirta
Pasal 90
Usaha sarana wisata tirta diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas atau Koperasi.

Pasal 91
Badan usaha sarana wisata tirta harus mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha.

Pasal 92
Kegiatan usaha sarana wisata tirta meliputi :
a. pelayanan kegiatan rekreasi menyelam untuk menikmati keindahan flora dan fauna di bawah air
    laut;
b. penyediaan sarana untuk rekreasi di pantai, perairan laut, sungai, danau dan waduk; dan
c. pembangunan dan penyediaan sarana tempat tambat kapal pesiar untuk kegiatan wisata dan
    pelayanan jasa lain yang berkaitan dengan kegiatan marina.

Pasal 93
(1) Badan usaha wisata tirta wajib :
     a. menyediakan sarana dan fasilitas keamanan dan keselamatan wisatawan;
     b. mempekerjakan pramuwisata atau tenaga ahli yang telah memiliki keterampilan yang
        dibutuhkan; dan
     c. memberikan perlindungan asuransi terhadap kegiatan yang mempunyai resiko tinggi.
(2) Badan usaha wisata tirta bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan wisatawan.

Paragraf 5
Usaha Kawasan Pariwisata
Pasal 94
Usaha kawasan pariwisata diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas atau Koperasi.

Pasal 95
Badan usaha kawasan pariwisata harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya :
a. mempunyai kantor tetap yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung usaha; dan
b. menguasai lahan yang diperuntukan bagi pembangunan dan pengelolaan kawasan pariwisata
    sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 96
(1) Kegiatan usaha kawasan pariwisata meliputi :
      a. penyewaan lahan yang telah dilengkapi dengan prasarana sebagai tempat untuk
          menyelenggarakan usaha pariwisata;
      b. penyewaan fasilitas pendukung lainnya; dan
     c. penyediaan bangunan-bangunan untuk menunjang kegiatan usaha pariwisata di dalam kawasan
         pariwisata.
(2) Selain kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), badan usaha kawasan pariwisata dapat
      juga menyelenggarakan sendiri usaha pariwisata lain dalam kawasan pariwisata yang
      bersangkutan.

Pasal 97
(1) Badan usaha kawasan pariwisata wajib :
      a. membangun dan menyediakan sarana, prasarana dan fasilitas lain, termasuk melakukan
          pematangan lahan yang akan diguna-kan untuk kegiatan usaha pariwisata;
      b. mengendalikan kegiatan pembangunan dan pengelolaan sarana dan prasarana dengan
          memperhatikan kepentingan kelestarian lingkungan;
      c. mengurus perizinan yang diperlukan bagi pihak lain yang akan memanfaatkan kawasan
          pariwisata untuk menyelenggarakan kegiatan usaha pariwisata; dan
      d. memperhatikan kebijaksanaan pengembangan wilayah yang berlaku, dan memberikan
          kesempatan kepada masyarakat di sekitarnya untuk berperan serta dalam kegiatan usaha 
          pariwisata di dalam kawasan pariwisata.
(2) Penyelenggaraan usaha kawasan pariwisata dilakukan sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah dan
      Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional serta Rencana Induk Pengembangan
      Pariwisata Daerah.

Pasal 98
Pembangunan kawasan pariwisata tidak boleh mengurangi tanah pertanian dan tidak dilakukan di atas tanah yang mempunyai fungsi melindungi sumber daya alam dan wisata budaya.

BAB III
PERSYARATAN PERMODALAN
DAN PERIZINAN
Pasal 99
(1) Penyelenggaraan usaha pariwisata harus memenuhi persyaratan permodalan yang ditetapkan oleh
      Menteri.
(2) Persyaratan permodalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dalam upaya
      menjamin  kelancaran, kebutuhan dan kelangsungan usaha, penyediaan fasilitas pelayanan 
      wisata,  penyediaan fasilitas keamanan serta kenyamanan wisatawan.

Pasal 100
(1) Penyelenggaraan kegiatan usaha pariwisata dilakukan berdasar-kan izin usaha yang diberikan
      oleh Menteri.
(2) Menteri menetapkan jenis usaha sarana pariwisata tertentu yang diselenggarakan oleh
      perseorangan yang tidak perlu memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Menteri dengan
      melampirkan :
      a. Akta pendirian, bagi penyelenggara yang berbentuk badan usaha; dan
      b. usulan rencana usaha.

Pasal 101
(1) Dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara
      lengkap, Menteri memberikan keputusan persetujuan atau penolakan atas permohonan yang
      diajukan.
(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lampau dan Menteri tidak
      memberikan keputusan, permohonan dianggap disetujui.
(3) Dalam hal permohonan izin ditolak, penolakan dilakukan secara tertulis disertai alasan penolakan.

Pasal 102
(1) Perizinan usaha hotel terdiri dari :
      a. persetujuan prinsip; dan
      b. izin operasi.
(2) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a berlaku untuk jangka waktu 3
      (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
(3) Izin operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b diberikan, apabila seluruh persyaratan
      bagi penyelenggaraan usaha hotel telah dipenuhi.

 Pasal 103
Izin usaha pariwisata termasuk izin operasi usaha hotel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1) huruf b, berlaku selama kegiatan usaha masih dijalankan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 104
(1) Setiap penyelenggara usaha pariwisata wajib melaporkan kegiatan usahanya secara berkala
      kepada Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), 
      ditetapkan oleh Menteri.

BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 105
Masyarakat diberi kesempatan seluas-luasnya untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan di bidang kepariwisataan.

Pasal 106
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 berupa pemberian saran,
      pertimbangan, pendapat, tanggapan, masukan terhadap pengembangan, informasi potensi dan
      masalah, serta rencana pengembangan kepariwisataan.
(2) Saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, masukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      disampaikan secara tertulis kepada Menteri.

Pasal 107
Tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

BAB VI
PEMBINAAN
Pasal 108
(1) Pembinaan penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan oleh Menteri dalam bentuk
      pengaturan, bimbingan, pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan usaha pariwisata.
(2) Pembinaan penyelenggaraan kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
      diselenggarakan agar tercipta kondisi yang mendukung kepentingan wisatawan, kelangsungan
      usaha pariwisata dan terpeliharanya objek dan daya tarik wisata beserta lingkungannya.

Pasal 109
Dalam rangka mewujudkan pembinaan penyelenggaraan kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, dilakukan upaya
a. peningkatan kualitas dan kuantitas produk pariwisata;
b. penyebaran pembangunan produk pariwisata;
c. peningkatan aksesibilitas pariwisata;
d. penciptaan iklim usaha yang sehat di bidang usaha pariwisata;
e. peningkatan peran serta swasta dalam mengembangkan usaha pariwisata;
f. peningkatan peran serta masyarakat;
g. perlindungan terhadap kelestarian dan keutuhan objek dan daya tarik wisata;
h. peningkatan promosi dan pemasaran produk wisata; dan
i. peningkatan kerjasama regional maupun internasional.

Pasal 110
Pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan kepariwisataan dilakukan melalui :
a. penetapan peraturan dan ketentuan pelaksanaan mengenai perizinan, standar mutu atau kualitas
    produk, partisipasi masyarakat dan kelestarian lingkungan;
b. pemberian bimbingan untuk meningkatkan peranan dari :
   1) penyelenggara, pengelola dan tenaga kerja yang bergerak di bidang usaha kepariwisataan;
   2) aparatur Pemerintah di bidang kepariwisataan atau asosiasi yang berkaitan dengan kegiatan
       usaha pariwisata;
   3) masyarakat; dan
c. pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan kepari-wisataan yang meliputi
    pemantauan administratif dan pemantauan kegiatan di lapangan serta pengendalian kualitas dan
    kuantitas usaha pariwisata, pemberian teguran dan pencabutan izin usaha.

Pasal 111
(1) Pembinaan terhadap pendidikan tenaga kepariwisataan dilaksanakan melalui pendidikan
      profesional dan pelatihan kepariwisataan tingkat dasar, menengah dan tinggi sebagai bagian dari
      sistem pendidikan nasional.
(2) Pembinaan pendidikan profesional dan pelatihan kepariwisataan yang meliputi standarisasi, 
      akreditasi, dan sertifikasi dilaksanakan oleh Menteri.

Pasal 112
Untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan kepariwisataan nasional, sarana dan fasilitas yang digunakan dalam kegiatan usaha pariwisata mengutamakan produksi dalam negeri.

BAB VII
SANKSI
Pasal 113
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyelenggaraan kepariwisataan yang meliputi
      kegiatan usaha jasa pariwisata, pengusahaan objek dan daya tarik wisata dan sarana pariwisata
      sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, dikenakan sanksi pidana sebagaimana
      dimaksud dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pelanggaran terhadap ketentuan
      mengenai penyelenggaraan kepariwisataan dapat dikenakan sanksi administrasi yang berupa
      pencabutan izin usaha yang didahului dengan peringatan tertulis.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 114
Izin usaha di bidang kepariwisataan yang telah diberikan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini tetap berlaku, dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini harus disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 115
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, semua ketentuan yang mengatur penyelenggaraan kepariwisataan yang telah ada pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini masih tetap berlaku sepanjang belum diatur dengan ketentuan yang baru dan tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 116
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Nopember 1996
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Nopember 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1996 NOMOR 101

0 Response to "Peraturan Pemerintah RI No. 67 Tahun 1996 Tentang Penyelenggaraan Pariwisata"

Post a Comment

MAAF KOMENTAR SPAM KAMI HAPUS