Padang pada dekade 80-an adalah kota yang bersih dan teratur. Ketika itu, terminal bus antar kota digunakan sebagaimana layaknya sebuah terminal. Bus antar kota dan propinsi keluar masuk dengan tertib di Terminal Lintas Andalas yang terletak di jalan Pemuda (sekarang gedung Ramayana). Keadaan serupa juga dijumpai di terminal angkutan dalam kota yang saat itu berada di belakang Koppas Plaza.
Supermarket besar seperti Matahari, Minang Plaza maupun Ramayana Dept.Store belumlah berdiri. Pemandangan Kota Padang pada saat itu yang kini sudah pasti tidak akan kita jumpai adalah; bersih... Di pasar, sepanjang jalan bahkan terminal bus sekalipun nampak bersih. Tidak terlihat adanya sampah yang berserakan. Kala itu warga menyadari (atau takut dengan peraturan?) akan kebersihan. Membuang sampah pada tempatnya, meskipun hanya sepuntung rokok sekalipun. Bahkan para orangtua memberitahu dan mengingatkan pada anak-anaknya agar sampah tidak asal buang; dengan memberi pengertian bahwa hal tersebut dilarang dan pelanggarnya akan mendapatkan sanksi dari yang berwajib. Menurut cerita, konon saat terlihat warga membuang sampah sembarangan petugas pasar atau petugas terminal akan dengan tegas menindak orang yang melakukan aksi tersebut. Sehingga terbentuk pola pikir terhadap anak-anak serta perasaan segan untuk membuang sampah sembarangan. Pedagang di pasar juga berdagang dengan teratur. Padang saat itu terkenal bersih hingga ke luar daerah.
Tidak sekali dua kali orang Padang yang hidup di perantauan, dengan nada bangga bercerita bahwa mereka acapkali mendapat pertanyaan serupa dari sesama perantau tentang kota asalnya "Anda dari mana? "Padang!" Dan dengan terkagum keluar kata pujian si penanya yang rata-rata hampir sama "Padang? Kota yang bersih!".
Namun, tentang Kota Padang yang bersih kini akan salah alamat jika ditujukan bagi Ibukota Sumatera Barat tersebut. Meskipun berkali-kali mendapatkan adipura, masih layakkah Padang secara global dikatakan sebagai kota yang bersih? Terutama ketika melihat keadaan di kawasan sekitar Pasar Raya, Bundaran masjid Taqwa, sekitar Matahari dept. Store, Jalan M. Yamin, sepanjang jalan Permindo dan lain-lain. Dan semakin tak terbayangkan setelah gempa melanda kota Padang september tahun lalu. Kota Padang semakin menyerupai kota yang tak terurus. Pedagang di Pasar Raya berjualan dengan mengambil badan jalan, Angkutan Kota berhenti dan mangkal sesukanya. Semakin diperparah dengan tempat mangkal ojek yang mengambil lokasi tak menentu. Hal ini serasa menggenapkan semrawutnya Kota Padang. Puncaknya ketika sampah-sampah dibuang sembarangan di sepanjang jalan, terlebih di sekitar Rasar Raya. Seakan semua lini berlomba-lomba serempak membuat wajah kota makin tercabik. Kalau sudah begini siapa yang peduli?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Wajah Padang Dulu dan Kini"
Post a Comment
MAAF KOMENTAR SPAM KAMI HAPUS